Breaking News

Wilson Lalengke sikapi iklan layanan masyarakat Ditjen Aptika, kriteria berita hoax atau bukan

 

Wilson Lalengke, Ketua Umum PPWI Nasional

OPINI GATRA | JAKARTA | Menyimak acara Ngopi (Ngobrol Pintar) yang ditayangkan oleh Arus News di channel youtubenya, bersama Wilson Lalengke selaku ketua umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) di Jakarta, mengupas terkait bagikan (share) yang ada di Twitter Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (klik @DitjenAptika) dibawah kemenkominfo, yang membagikan poster / pamflet pemberitahuan layanan masyarakat, yang kemudian diteruskan oleh divisi humas mabes polri terkait bagimana cara mengenal informasi hoax atau bukan.




Pertanyaan dari ArusNews mengungkapkan bahwa media-media yang tidak masuk ke dewanpers berarti tidak benar, ini menarik sebutnya di channel youtubenya.

"Seolah2 media yg tidak masuk ke dewan pers adalah sumber hoax, "tanya pewarta ArusNews


Iklan layanan masyarakat 


Wilson Lalengke saat itu mengungkapkan rasa gelinya sekaligus heran, "Itu adalah pemikiran sesat, saya gak paham logika pemikiran pemerintah melalui kementerian komunikasi dan informatika yang juga dishare oleh Divisi Humas Mabes Polri, "ungkapnya, Rabu (08/12/2021), di kantor sekretariatan PPWI Jakarta.

Ia yang merupakan lulusan Lemhanas ini, mengungkapkan cara yang di bagikan untuk mendapatkan informasi yang bisa dipercaya alias bukan hoax oleh lembaga negara dengan melihat medianya terverifikasi atau tidak terverifikasi itu salah total, "itu harus dihapus dari pemikiran bangsa, bahwa itu adalah cara yang benar, itu salah, "pesannya di channel youtube.

Ia juga berpesan bahwa media merupakan sebuah alat (tools) dari seseorang dengan audiens, pemberi pesan ke pendengar. Ia juga mencontohkan dengan contoh saat memasak makanan, apakah makanan itu benar atau baik dan tidak beracun tentu bukan ditentukan oleh kuali atau alat untuk memasaknya yang belum terverifikasi.

"Misal, bila mejanya belum terverifikasi berarti makanannya jelek, kan bukan begitu. Tetapi apakah konten dari masakan itu sesuai gak dengan komposisi untuk dibuatkan masakannya, "ungkap lalengke.

Bagi lalengke media itu hanya sebagai alat atau tools, baik itu bentuknya cetak, majalah, koran, media siber (online) atau media sosial. Ia mengumpamakan Toa yang ada di Mesjid-Mesjid itu juga sebenarnya media, sebagai alat yang digunakan oleh orang atau kelompok orang untuk menyampaikan suatu pesan untuk jemaah atau masyarakat sekeliling itu.

"Kemudian apakah bila Toa itu tidak memiliki verifikasi atau standard ini dan itu, bahwa kita menganggap informasi yang dipancarakan oleh toa itu adalah hoax, kan tidak demikian, "jelasnya.

Begitu juga dia menyebutkan contoh lain, ada televisi yang dirakit sendiri bahkan tanpa lisensi atau merk-merk lainnya terus disebutkan apakah berita yang diinformasikan oleh televisi itu berita yang tidak benar, pendapat itulah yang disalahkan oleh Wilson Lalengke.

Kemudian dia kembali menyampaikan bahwa iklan layanan masyarakat yang disampaikan oleh Ditjen Aptika yang juga diteruskan oleh Humas Mabes Polri dan instansi lainnya, dengan menggiring opini masyarakat berdasarkan verifikasi dewanpers atau tidak itu merupakan kesalahan yang tidak mendasar dan dikatakan sesat oleh Wilson.

Bila kita ingin belajar berita itu benar atau tidak benar tidaklah dari media nya, harus melihat dari konten, lalu komposisi menjadi penting, ia juga menekankan ada rumus yang diumpamakan ayat-ayat sucinya seorang jurnalistik yang harus dipenuhi yakni 5W 1H.

5W+1H sendiri diambil dari kata-kata tanya dalam bahas Inggris seperti, What, Who, When, Why, Where, dan How. Dalam bahasa Indonesia kata-kata tanya tersebut adalah Apa, Siapa, Kapan, Mengapa, Di mana, dan Bagaimana. 

"Di negara maju bahkan H-nya sampai 3 bukan hanya how atau bagaimana kronologisnya, How Many berapa oramg disitu, How much berapa costnya daru suatu peristiwa, "sebutnya menerangkan.

Jadi itu semua kalo ada komponen yang hilang dalam suatu informasi, walaupun tidak hoax tetapi itu bisa disebut tidak akurat atau tidak lengkap. Jadi tugas Jurnalis itu adalah memberikan informasi yang selengkap-lengkapnya kepada pendengar atau pembaca yang kemudian agar mereka dapat mengambil kesimpulan dan sikap sikap tindakan yang menguntungkan buat pembaca itu.

"Dari komposisi itulah yang harus dilihat, bila media itu dinding doang ya gak masalah juga, mural dan lainnya juga merupakan media. Apakah itu harus di verifikasi atau tidak, saya kira tidak, "kekehnya.

Pembawa acara terlihat disana meneruskan himbauan dari ketua umum PPWI, bahwa janganlah 2 instansi besar itu agar tidak membuat rakyat menjadi bodoh.

"Kita sudah beberapa kali menyampaikan dalam penyampaian informasi harusnya yang benar, tapi tergantung institusi itu mau melakukan hal itu untuk melakukan perubahan, ya terserah mereka, " pungkas Wilson.

Sebelum menutup pembicaraan tersebut ia juga menyarankan masyarakat menggunakan filter 3 B yakni Benar, Baik dan Bermanfaat. "Jadi bila informasi itu berusaha membuat huru-hara atau kegaduhan itu adalah informasi yang tidak perlu diteruskan dan tidak perlu dipercaya apalagi terprovokasi, Itu akan membuat anda selamat, "tutupnya. (Ray)





No comments