Breaking News

DR JERRY MASSIE : KOK! DPR NGOTOT USUL CETAK UANG 600 T RUPIAH, APA MAUMU?

Jerry Massie
Opini oleh : DR Jerry Massie MA, PhD

OPINI GATRA | NASIONAL | Saat ini bisa dibilang adalah periode terburuk dalam sejarah, karena Partai-Partai yang tadinya bisa diharapkan unyuk menjaga dan membela rakyat, saat ini sudah tidak bertaji bahkan kehilangan ruhnya.

Dengan desakan untuk segera mencetak uang Rp. 600 triliun akan menyebabkan kondisi yang fatal. Program tanpa kajian komprehensif akan menjadi masalah baru, bahkan sepertinya mereka lupa ingatan saat percetakan uang pada tahun 1998 lalu yang mengakibatkan inflasi yang cukup tinggi yakni 70% Dollar AS tembus Rp. 17.000. Biaya krisis kala itu yang ditanggung oleh pemerintah mencapai 70% dari produk domestik bruto.

Walaupun usulan DPR itu ditolak Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Direktur Bank Indonesia. Sepertinya DPR tidak bergeming, saat ini DPR tak memikirkan sebuah resiko cause and effect (sebab akibat) jika percetakan uang ini dilakukan.

Said Abdullah

Ketua Banggar DPR RI dari Fraksi PDIP Said Abdullah mengatakan bahwa usulan mencetak uang tersebut masuk akal. Dia tidak khawatir akan terjadi inflasi yang besar, "Kalau cetak uang Rp 600 triliun kemudian seakan-akan uangnya banjir, tidak juga. Hitungan kami kalau BI cetak Rp 600 triliun, itu inflasinya sekitar 5-6%, tidak banyak. Masa Rp 600 triliun tiba-tiba inflasi akan naik 60-70%? Dari mana hitungannya," kata Said dikutip dari detik.com, Kamis (07/05).

DR. Jerry Massie dikatakan tidak memahami pola pikir pimpinan DPR di periode ini. Memang kekuatan pemerintah lewat parlement power (kekuatan parlemen) mereka unggul jauh, tapi jangan remehkan people power (kekuatan rakyat) lebih besar 270 juta berbanding 575 kursi. Apalagi oposisi hanya PKS saja akan sulit membendung langkah ini. Buktinya revisi UU Minerba No. 4 Tahun 2009, dan Perppu No. 1 Tahun 2020 untul tangani pandemi Covid-19 diterima dan disahkan DPR atau resmi jadi UU (18/05).

"Pada intinya hukum di negeri ini telah diamputas, jika terjadi korupsi dana Covid-19 maka tak ada hukuman perdata dan pidana,"jelasnya.

Ada kebijakan rasional dan irasional, yang wajib di perhitungkan, menurutnya dengan mencetak uang bisa saja dilakukan BI tapi economic impact (dampak ekonomi) serta economic condition (kondisi ekonomi) bisa berbahaya. Jelas ini akan menambah likuiditas perbankan serta membantu pembiayaan defisit fiskal bukan hal yang tepat. Lebih baik moneter policy (kebijakan moneter) yang kerap dilakukan misalkan menurunkan giro wajib minimum (GWM), selain itu langkah brilian jika membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

"Untuk itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu dilibatkan. Perlu juga memahami UU No 7 Tahun 2011. Pertanyaan saya kenapa DPR ngotot mendorong BI cetak uang sebanyak itu? Apakah DPR punya solusi atau bicara tanpa kajian yang komprehensif, "jelasnya.

Rizal Ramli
Menurut ahli ekonomi Indonesia Rizal Ramli, "Jangan sampai Indonesia mengulangi kesalahan seperti itu. Di Amerika Latin dan Zimbabwe, banyak sekali negara yang bisa cetak uang, namun akibatnya ekonomi mereka hancur."

Memang urusan mencetak uang merupakan domain Bank Indonesa (BI) sesuai Undang-Undang No. 7 Tahun 2011, pencetakan rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia, dengan menunjuk badan usaha milik negara, yaitu Perum Peruri, sebagai pelaksana pencetakan rupiah. Pencetakan uang rupiah tahun Emisi 2016 dilakukan seluruhnya oleh Perum Peruri. Dalam proses pencetakan ini melibatkan Perum Peruri. Sesuai aturan pencetakan uang ini diserahkan kembali ke Bank Indonesia, bahan uang yang diproses ini, dilaksanakan pula verifikasi/ penghitungan ulang oleh Bank Indonesia.

Peruri pun mencetak sesuai perhitungan BI jadi tak main cetak kertas, "Saya pikir ini akan ada pemain yang memainkan perannya bak sinetron. Ada sang sutradara. Ini bagi saya rawan sekali penggelapan hingga korupsi, ungkapnya.


Dan saran yang hendak disampaikan DR. Jerry adalah, "wahai DPR tinggalkan niatmu para orang-orang yang dipilih rakyat. Jangan anda berselingkuh dengan birokrat/ eksekutif atau korporasi hanya untuk memuaskan keinginan anda. Perjuangkanlah nasib rakyat bukan malah sebaliknya bikin kebijakan tak pro rakyat, "tutupnya. (Red)

Penulis adalah Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies

No comments