Breaking News

TARIKAN BERAT NAFAS MUSISI RESTO DAN KAFE

Bari Hamdani
OPINI GATRA | BALI | Penutupan restaurant dan cafe musik untuk menghindari kerumunan berdasarkan himbauan pemerintah sudah mereka jalani dengan lapang dada. Di Bali ini orang yang hidup dari pariwisata sepertinya tidak sedikit, mulai dari pelayan resto dan cafe sampai bagian menghibur para tamu banyak yang merasakan pedih akibat wabah yang melanda dunia khususnya di Bali ini, musik yang tidak bisa lepas dari hiburan para tamu membuat sekelompok orang yang hidup dari bermusik ini selama belasan tahun harus ikut merasakan imbasnya. Mereka tugasnya adalah membuat suasana selalu ceria, mengapa saat dunia menderita akibat COVID-19, mereka tak bisa lagi menghibur kita?

Kita semua paham pemerintah membuat semua aturan ini untuk pencegahan penyebaran wabah COVID-19 ini bisa tertanggulangi dengan baik. Melalui pesan electronik kami mencoba menyapa sahabat lama yang sering menghibur kita semua bila lagi suntuk dirumah atau sehabis pulang bekerja. Bari Hamdani dengan nama lengkap I Putu Bari Hamdani, asal Rendang (karangasem) ini sering membuat rasa pizza lebih enak dengan suaranya yang merdu ini, "Yang Pastinya bli, kondisi pemusik cafe sekarang lagi benar-benar dibawah titik nadir...semua resto, club, bar yang biasa tempat kita nyanyi sekarang sudah tutup karena peraturan pemerintah..,"tulisnya dalam pesan electronik kepada awak media (18/04).



Banyak Kawan-kawan musisi cafe sekarang beralih profesi untuk hidup, contohnya jualan makanan, ada juga bahkan jual alat musiknya (gitar, bass, drum) hanya untuk bertahan hidup untuk keperluan sehari-hari.


Kata-kata terakhir yang teringat sebelum musibah ini datang kepada kami (penulis)," jangan kapok-kapok semoga bisa seru-seruan lagi lepas penat,"ujarnya saat itu, dengan senyum khasnya seorang musisi yang tinggal di Denpasar ini.


Luhut Aritonang
Disisi cerita lain dari musisi asal Batak, Sumatera Utara ini tidak kalah sedih dari musisi muda yang kita temui, "Kami semua musisi atau seniman cafe dan restoran ini, semua sudah dirumahkan semenjak 2 bulan lalu, tanpa ada pemasukan lagi dan ini sudah masuk bulan ketiga, hidup kami semua sudah sangat-sangat memperhatinkan, ditambah lagi peraturan pemerintah DIRUMAH SAJA, kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi," tulisannya dengan penuh harap.

Mereka semua dan kelompok besar musisi ini berharap untuk diperhatikan karena dari merekalah devisa negara ini mengalir yang sifatnya membuat betah tamu-tamu yang datang saat wabah belum mendera negeri ini.

Luhut Aritonang dan kumpulan para musisi dan seniman batak ini juga sering berkumpul dan saling sharing tentang kerja mereka sebagai musisi di Bali mereka saling tahu dan kenal, mereka semua di bawah naungan IKBB ( Ikatan Keluarga Batak Bali ) yang banyak menjadi musisi di tanah Bali ini. Luhut yang memliki 2 anak ini yang sudah remaja yang 1 masih sekolah SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan yang lagi satu SMA (Sekolah Menengah Atas), "Kita sudah tidak ada pemasukan, kami makan dengan Indomie (merk mie Instan),"ujarnya.



 Luhut Aritonang, tengah si Torus dan Morangkir

 Istrinya yang dulu penjahit paso dari garmen sudah juga diberhentikan, membuat tekanan seorang penghibur dengan musik ini menjadi lebih tinggi. Berharap ada uluran tangan buat seluruh musisi yang pernah menghibur para tamu di Bali ini mendapatkan haknya disaat-saat kondisi sulit ini.

"Besok kami coba ngamen online, nonton bareng di FB (facebook), namanya LOVE FOR HOPE jam 4 sore,"tutupnya penuh harap.(Ray)

No comments